REKENING BERSAMA

Rekeningku yang sekarang sebenarnya adalah rekening ibuku. Atas namaku, Lalu Abdul Fatah. Pertama kali kubuka pada tahun 2004 di Bank Syariah Mandiri Pancor. Aku sendiri yang memberi pandangan pada ibuku, di mana seharusnya menabung. Maklum, saat itu aku gemar-gemarnya membaca Majalah Sabili. Sehingga, pilihan Bank Syariah tidaklah salah.

Rekening itu kami buka untuk menabungkan dana haji ibuku yang insya Allah tahun depannya akan berangkat bersama bapakku. Beruntung pula saat itu kondisi rezeki lumayan lancar. Rumah kami disewa. Hasil sawah juga lumayan. Sisihan gaji bapak juga ada. Jadilah, tiap sebulan sekali aku rutin pergi ke bank. Kadang sendiran. Kadang ibu ikut juga. Kadang aku bersama bapak.

Aku pribadi, bangga punya rekening atas nama sendiri. Teman-temanku di SMA masih jarang sekali yang berekening. Makanya saat mengikuti lomba menulis atau mengirimkan tulisan di media cetak, aku merasa ‘wow’ aja saat harus mencantumkan nomor rekeningku. Meskipun aku tahu, sangat jarang kiriman dari panitia lomba atau redaksi media, aku terima. Yang penting kan punya rekening. Sekadar gaya-gayaan pula saat aku menunjukkan kartu ATM-ku pada teman-teman. Mereka mana ada yang punya. Hehehe… *kesombongan masa lalu*

Kamis subuh, 21 Juli 2005 di Rumah Sakit Siti Hajar Mataram…

Ibu pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Komplikasi. Tahun itu, bapak berangkat haji tanpa ibu. Beliau hanya bisa mem-badal-kan haji ibu.

Nasib rekening kami?

Dana haji ibu masih tersimpan rapi di rekeningku. Dari pembicaraan antara bapak dan kami -anak-anaknya- uang di rekeningku itu tak usah diutak-atik. Uang tersebut untuk biaya pendidikanku saja. Biaya kuliahku nanti setahun berikutnya, tahun 2006.

Saat ibu masih hidup, aku senang membaca angka-angka yang tertera di buku tabungan kami. Tiap bulan jumlahnya bertambah. Tapi, begitu ibu tiada, angka-angka tersebut susut dengan kesadaran kami. Biaya ini itu muncul seketika, termasuk untuk biaya pengobatan ibu. Begitu aku duduk di bangku kuliah, adik-adikku beranjak kelasnya, perlahan tapi pasti duit di rekeningku mulai berjalan mundur.

Apalagi saat memutuskan untuk membeli laptop – yang kugunakan untuk mengetik tulisan ini – senyumku makin terkembang. Pedih, tepatnya. Hahaha…

Sekarang, tiap kali ke mesin ATM, aku makin pintar berhitung.

Malang, 31 Desember 2008

17 thoughts on “REKENING BERSAMA

  1. aku jd terharu dan bangga pdmu dik,,,,Ntar kalau udah lulus dan dpt pekerjaan tetap jangan lupa rajin menabung, agar ibumu di-Sana bahagia ngeliat anaknya yg telah berhasil.

  2. amerindo99 said: aku jd terharu dan bangga pdmu dik,,,,Ntar kalau udah lulus dan dpt pekerjaan tetap jangan lupa rajin menabung, agar ibumu di-Sana bahagia ngeliat anaknya yg telah berhasil.

    nggih, kak!saya akan tetep memegang amanah dari ibu : minimal berpendidikan S-1.Saya hanya bisa membahagiakan beliau dengan doa dan prestasi. semoga! terima kasih atas dukungannya, kak!

Tinggalkan Balasan ke abugibran Batalkan balasan