Begitu sampai kontrakan, saya buka laptop dan menghapus tulisan sebelumnya yang berjudul “Penat”. Tulisan yang saya posting melalui hp, saking penatnya. Padahal saya berada di salah satu tempat favorit saya, Petra Togamas.
Tapi memang selepas dari JNE siang tadi, saya mendadak bad mood. Karena nominal biaya kirim yang lumayan menguras kantong emosi – untuk ukuran saya. Hehehe…
Jadilah, saya mencoba membunuh bad mood dengan makan bakso dan es teler, kendati perut belum terisi nasi sejak pagi. Kelar, saya rencana ke Circle K depan Grahadi untuk sekadar nongkrong membaca “Jihad Julia” atau “The Geography of Bliss”. Atau kalau memang inspirasi lagi moncer, sekalian menyicil skripsi.
Lewat di depan Circle K, ramainya minta ampun. Saya pun benar-benar cuma lewat di depannya dan terus melaju. Antara Coffee Toffee dan De Sava Cafe Petra Togamas yang melintas di kepala. Tapi, faktor jarak, kenyamanan, dan pencarian energi positif (haiyah), saya melajukan motor ke Petra Togamas.
Mood saya tidak membaik. Saya merasa tidak nyaman dengan jeans saya. Terasa panas. Saya pun penat begitu membuka bahan-bahan bacaan untuk skripsi.
Entah ada hubungannya atau tidak, saya memesan jus sirsat. Oke! Pesanan yang salah, sepertinya. Perut yang beberapa menit lalu terisi bakso, es teler, kini akan terisi jus sirsat. Bagaimana perut saya tidak panas? Itu yang saya rasa dan bikin saya kian penat.
Menahan kantuk di siang bolong, WIFI De Save Cafe yang tidak berfungsi, saya coba buka The Geography of Bliss dan melanjutkan bacaan saya. Mentah! Saya tidak menikmatinya. Bukan jenis bacaan yang cocok dibaca kala otak sedang over-loading. Rutuk saya dalam hati, “Seharusnya saya baca komik humor atau bacaan-bacaan yang lebih ringan.”
Siang hingga lepas maghrib saya di sana. Lalu, untuk mengail kembali mood yang belum juga menanjak, saya hengkang dari Togamas. Ke mana ya enaknya? Atau ngapain ya asyiknya? Makan waffle di AW? Cangkruk di STMJ Bu Nunuk? Atau… AHA!!! Memperhatikan orang di Taman Bungkul sambil makan rawon kalkulator? Pilihan terakhir pun saya centang!
Parkir. Saya mulai ngider. Keliling salah satu taman kota yang hip banget di Kota Pahlawan ini. Memerhatikan anak-anak kecil yang bermain bareng orangtuanya, melirik muda-mudi yang lagi pacaran, menengok jajanan yang dijual (sempat tergoda ingin coba Pecel Semanggi), melihat-lihat sekilas dagangan yang digelar, juga berdiri sejenak menikmati permainan skate board dan sepatu roda anak-anak usia SMP. Lumayan, membasuh kerak yang nempel di perasaan.
Kasihan sama perut, saya pun menuju warung yang sudah saya niatkan untuk kunjungi. Warung Rawon Kalkulator. Dinamakan demikian karena pemiliknya bisa mengkalkulasi secepat kalkulator total pesanan pembeli. Rawonnya sendiri tidak istimewa-istimewa amat. Namun, pelayanannya yang cepat, tanggap, serta jumlah tagihan yang dihitung secepat kalkulator (saya tidak main-main, bahkan pemiliknya pun sengaja bersuara agak keras dan ngomongin total pesanan dengan cepat), membuatnya ramai. Bolehlah dicoba buat mereka yang traveling ke Surabaya.
Kenyang, saya ngider sebentar. Itu pun cuma separuh taman. Langsung menuju parkiran. Pulang.
Tiba di kontrakan, buka laptop, cek MP. Postingan “Penat” saya hapus. Karena perasaan saya sudah lebih ringan daripada siang tadi.
Cek FB, cek notifikasi. Mbak Lygia Pecandu Hujan yang menjadi penyelenggara lomba Storycake for Backpackers menandai saya di catatannya. Saya sudah deg-degan saat baca judulnya “30 NASKAH STORYCAKE FOR BACKPACKERS“. Merasa yakin bakal dapat kabar menyenangkan. Dan… benar!!!
Ini akan jadi antologi saya berikutnya. Kalau tidak salah hitung, yang kesembilan.
Yang lebih menggembirakan lagi, di antara 30 naskah yang bakal diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama ini, terselip nama Mbak Dee, Adis, Satu, Niza, dan Andre. Mbak Dee, teman MP yang juga bersama saya sedang menghelat lomba [Love Journey]. Adis dan Satu, teman ACI 2011. Niza, junior di FISIP Unair. Andre, salah satu peserta Travel Writing Workshop di C2O Library beberapa waktu lalu.
Hidup memang penuh kejutan. Terima kasih, Ya Allah…
Benar, ya?Inna ma’al ‘usri yusraa …:)
alhamdulillah…
hore banget itu, Tah. selamat, yaa~
Suwun, Mas.Mari berhore ahey! π
Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam π
Yakin sekali π
selamat Tah, makin menambah jumlah antologi.
Alhamdulillah… Makasih, Mas :))Maju terus backpacker Multiply! #eaaaa
Enaknya yang bisa bebas jalan2 kemana aja.. *hiks!*
to be free to travel or not is your choice, Nin :)ikuti ke mana hati menuju π
Hore….hore bergembira, bergembira semua……,telah terbit antalogi kesembilannya Fatah, bergembira semua π
selamat ya Tah (semoga ga bosen diucapin selamat yah, hehe). smg lancar terbitnya dan laris manis π
Sejak kapan ada pecel semanggi?
cie cieeeee… selamat yoooo.udah ke sembilan pek.
Selamaaat.. π
hore penat hilang setelah jadi antologi baru kesembilan.. bareng dee pula.. selamat tah..btw, ku kalu penat, jalan kaki loh.. ga pengen baca, tapi nonton.. ato masak ato nyulam ato berkebun.. soalnya kalu penat, diajak serius otak jadi tambah empet..
lho, ini kan makanan aseli Suroboyo, mbak.di Taman Bungkul ini paling gampang nemunya.coba sampeyan googling, rupanya kayak gimana… π
Semacam lagu perjuangan yak? Dengan tempo cepat yang bikin bersemangat :))
cie cieee…makasih, kakak…9 itu bukan angka favorit saya.
Aamiin…Makasih, Mbak Nita.Dipikir2, selama karir ngeblog (eciyeeh..), banyak kata “selamat” bertaburan di blog ini. Semoga blog ini selamat dari kebijakan bos MP yang ingin membuatnya full e-comerce :))
yuhuuu… thanks so much, kakak :))
Itu namanya semanggi thok, gak pake pecel. Aku tau kalau semanggi thok, wong iku senenganku je. Gak perlu digoogling, wong aku udah beberapa kali upload foto2nya di MPku dewek.
Waahh…kereenn.. Smoga skripsiny cepat kelar :p *merusak suasana π π
oh… hahahaha…herannya di google, justru banyak disebut dengan ‘pecel semanggi’ yo? mungkin biar lebih menasional penyebutannya π
Hahaha…Makasih ya, Aya… Nggak ngerusak suasana kok. Justru malah bikin hati perih. :))
Makasih, Mbak Tien.Seharusnya memang melakukan aktivitas yang ringan2 ya, mbak. Seperti yang mbak bilang tadi. Makanya, saat jalan-jalan kaki di Taman Bungkul, mulai menurun kadar penat saya. :))Kalo nonton, saya tidak begitu doyan. Hehehe… Punya puluhan film di hardisk, tapi saya memperlakukannya kayak baca buku. Jarang yang habis sekali duduk.
Hoho..mengerti kok.bagi seorang mahasiswa tingkat akhir,skripsi adlah 1 kata yg sgt sensitif..Jadi..Kapan skripsiny kelar? π π π
hahahaha….*lempar Aya pake stetoskop* :))))))
salah kaprah kuwi. semanggi yo semanggi, wong bumbunya sangat berbeda dengan bumbunya pecel. Sekarang kalau ngomongin mesin pencari google, gak semuanya yang tampil di google adalah data sahih. Banyak yang menyebut pecel semanggi, bukan berarti sebutan itu benar.Terkadang orang menulis tanpa melalui riset kecil kecilan dulu. Contoh yang paling sering aku dengar adalah Soto Ambengan. Itu adalah soto gagrak Lamongan, mereknya Ambengan. Disebut Ambengan karena yang terkenal lokasinya berada di jalan Ambengan milik pak Sadi. Lantas jadi salah kaprah disebut soto ambengan.
adiku punya resep suntuk.. barusan ku sms ma dia, dia bilang lagi tiduran di rumput mandang daun.. kalu udah gitu ku tahu dia lagi suntuk.. lucu juga, abis itu dia nyapu halaman dan bakar sampah, diprotes tetangga, sampe pasang status di rumah sebelah dimarahi tetangga.. eh tuing langsung ada ide, ga suntuk lagi..kadang obat suntuk adalah halhal yang sederhana ya.. bikin marah orang lain juga jadi obat..
Eh..mau dong di lempar stetoskop. Nanti sy tangkap :pYg merek Litman yah.. Second jg ga papa :DHarga stetoskop litman disini 1 juta..hiks2.. Dan sy blm memilikiny.baru yg tiruanny.hehe..
Kemarin ketika penat, syukurlah aku ‘menyantap’ bacaan yg tepat -Travelove *pamer, hehe. Fatah, selamat ya? Yakin nih antologi ke-9? Bukan 19? Hehehehehe
Jadi paham saya sekarang. Terima kasih, Mbak, sudah meluruskan. Riset alias cek dan ricek memang perlu sekali dalam membuat tulisan. Biar kesalahpahaman itu tidak diwariskan atau diturun-temurunkan.Dan, bertanya pada yang mumpuni, adalah salah satu cara terbaik. Kalau pun yang ia sampaikan salah, bisa dirunut ‘kesalahan’nya bermula dari siapa :))
Hahaha… Bikin marah orang lain atau iseng atau jahil kadang mengasyikkan. Tapi, musti ingat kalau suatu hari nanti kita diisengi, ya harus rela dan ‘nyadar’ :))
Kalau tiruan, emang nggak apa-apa ya dipakai praktek? Nggak diprotes pasien? Sungguh ya alat-alat kedokteran itu mahalnya nggak tanggung-tanggung :)Baiklah, ditangkap yaaa… Ntar saya lempar dari Surabaya. Lempar batu. Mendaratnya di kampung sebelah :p
Horeeeeee… Ditunggu ya review-nya. Asyiiikkk!!! Cek Yan pasti punya pandangan sendiri nih terhadap TraveLove. Jangan lupa saya dikasih masukan :))Iya, ini yang ke-9. Berharap lebih banyak lagi. Juga secara kualitas lebih baik. Amiiin…
haish…aku bukan mumpuni. Kebetulan tahu asal muasalnya karena ancen arek suroboyo. Sedari kecil sudah bergelut dengan semanggi dan soto lamongan. Jadi kapan kita nongkrongin semanggi?huihihihihih ….
Yuhuu.. Seneng bgt dpt berita gembira ini Tah…Moga nanti2 kita bisa sebuku lg yaa.. Aamiin..
terhilangkan penatnya….emang harus berusaha dulu ya untuk mengembalikan mood…kalau sudah “tune in” bakal ada surprise yang ditemui*ambil hikmahnya dari cerita mas fatah hehehe*
Alhamdulillah…Iya, Mbak. Semoga bisa sekalian duet, mungkin? :))Sekarang kita duet ngadain lomba, ke depannya duet menulis. Kenapa tidak? π
kadang, saat menjalani masa ‘recovery’ itu, kita cenderung untuk mengeluh dan lupa bahwa masa ‘recovery’ itu pun ada kadaluwarsanya. kendati lebih siklikal alias berupa siklus karena akan berulang lagi. dan, ketika diberi kejutan menggembirakan, barulah kita ‘ctar!!!’ dan ber-oh-iya-ya… π
hahaha… ayooo, yang pasti nunggu sampeyan mudik ke Surabaya dulu dong.nanti kita nongkrong, gelesor di Taman Bungkul :))kalo nggak nemu, kita ngider di kampus saya. kadang ibu penjualnya mangkal di sana π
oke… i’m gonna say”oh ya ya”coz damn it’s really true huhuhu