Kala Gol A Gong Berbalada di Surabaya

Bepergian, salah satu cara untuk mengungkap sisi gelap diri kitaGol A Gong


Saya terhenyak ketika kalimat ini keluar dari bibir Gol A Gong. Sisi gelap? Saya mencoba mencerna lebih intensif lagi. Ketika kalimat penjelasnya meluncur “Sisi gelap itu semacam sisi liar”, maka saya mendapat titik terang. Bahkan, dengan asyiknya penulis serial Balada Si Roy yang populer di eranya itu mengungkapkan, “Cinta lokasi saat traveling itu adalah hal yang manusiawi. Itu adalah ‘perasaan gelap’ traveler yang rindu pada keluarganya.” Klop!


Gol A Gong yang mewakili anak muda idealis, skeptis pada kemapanan, serta melakukan perjalanan demi menjadi lelaki, berbicara di depan puluhan peserta workshopBe A Travel Writer” pada Sabtu, 9 Juni 2012. Para peserta di dalam Gedung SAC (Self Access Center) Lantai 3 IAIN Sunan Ampel Surabaya, ia bakar dengan semangat bertualang. Semangat untuk memenuhi rasa ingin tahu dan ingin membuktikan.

“Bapak saya sering mengirimkan postcard dan menceritakan gambarnya. Itu yang membuat saya tertarik bertualang.”


Kala ia masih berseragam putih abu-abu, bapaknya berkata, “Sesubuh ini, bagaimana ya suasana Bandung, Nak?”


Tentu, itu bukan sembarang pertanyaan. Lewat pertanyaan itu, tersirat satu pesan. Untuk tahu bagaimana Bandung pada waktu subuh, ya kamu harus ke sana. Buktikan sendiri!


Itulah awal mula ia menjelajahi Jawa Barat dengan jalan kaki. Bukan dengan motor. Bukan pula sebatas Bandung. Ia berinteraksi. Mengenal orang-orang lokal yang satu propinsi dengannya. Sebab, tertancap betul petuah bapaknya, “Kalau kamu ingin keliling dunia, kenali dulu lingkungan sekitarmu.”


Nasihat itu ia patuhi. Ia jalani. Tak disangka, itu justru melipatgandakan hasratnya untuk berjalan lebih jauh lagi. Menapakkan kaki di pulau-pulau lain di luar tanah kelahirannya, termasuk Papua. Hingga tubuhnya akrab dengan debu jalanan selama mengayuh sepeda keliling Asia. Nantinya, kisah-kisah avonturirnya itu pun terangkum dalam buku The Journey: From Jakarta to Himalaya (Maximalis Salamadani, Bandung, 2008). Buku yang tidak semata berisi rekam jejak fisiknya mulai dari Malaysia, Thailand, Laos, Bangladesh, India, Nepal, hingga Pakistan. Tapi juga perjalanan spiritualnya. Akunya, “Buku ini ibarat sebuah proses perjalanan hidup kita yang panjang menuju perhentian abadi di sisi-Nya.”




The Journey ini pernah saya lahap antara 2007-2008, awal saya menjadi mahasiswa di Unair Surabaya. Buku yang saya temukan terselip di antara buku-buku di rental kesayangan saya, Readinc!, di Karang Menjangan. Kala itu, saya sedang giat-giatnya melahap buku bertema perjalanan. Kini, ketika saya akhirnya berhasil menulis satu buku semi panduan perjalanan (karena tetap ada selipan travelogue-nya), saya harus beruluk terima kasih pada Gol A Gong, selain pada Marina Silvia K, Trinity, Agustinus Wibowo, dan para penulis perjalanan lainnya.


Mari kembali ke workshop.



Saya menangkap kesan panitia masih tergeragap menggarap acara tersebut. Rundown acara yang tidak taat, seksi dokumentasi yang belum siap, publikasi yang kurang maksimal, serta ruangan yang terlampau besar dengan jumlah kursi yang tak penuh terisi, menjadi catatan tersendiri buat saya. Bukan sekadar catatan dalam benak. Namun, juga saya ungkap pada Niza, kawan yang duduk di sebelah.

Namun, ada ilmu yang jauh lebih menarik yang disampaikan sosok kharismatik yang bisa mengalihkan perhatian atas kekurangan-kekurangan tersebut. Selain menu makan siang yang mantap, tentu saja.


Lewat workshop tersebut, dipandu oleh Rijal Mumazziq Zionis, Gol A Gong bercerita pula tentang buku Te-We alias Travel Writer: Being Traveler, Being Writer (KPG, 2012). Buku yang penamaan babnya unik beradasarkan item-item yang akrab bagi para travelerΒ­. Contohnya: Bab 1. Paspor: I am a Traveler and Travel Writer! Bab 2. Matras: Penulis Perjalanan, Makhluk Apa Itu?

Pem-bab-an tulisan (buku?) ini pula yang coba dipraktekkan oleh para peserta. Atas arahan penulis yang karyanya dipengaruhi oleh Karl May, Pram, Iwan Simatupang, dan para penulis angkatan pujangga baru, ini para peserta diminta untuk: 1) memimpikan satu destinasi yang ingin dikunjungi; 2) membuat judul yang singkat (maksimal tiga kata); 3) membuat subjudul yang memikat; 3) merancang draft bab; dan 4) mulai menulis.


Mengenai ide yang acap membuat penulis terpentok, avonturir berambut cepak dengan secuil pitak di bagian kanan belakang kupingnya, ini menyarankan peserta agar menyambut ide dengan jalan-jalan. Namanya penulis perjalanan. Harus jalan untuk meraup ide. Apalagi tulisan perjalanan bertipe nonfiksi, bukan imajinasi. Gaya penulisannya boleh saja berupa fiksi. Maka, kelak ini populer dengan sebutan jurnalisme sastrawi.


Tak heran jika Gol A Gong kerap menyuntikkan jurus “5W 1H” pada peserta. Kredo yang akrab di kalangan jurnalis. Metode yang juga hukumnya fardu ‘ain dipakai oleh mereka yang ingin menekuni profesi penulis perjalanan.


Tentu, tulisan perjalanan yang menarik diperoleh dari personal experience yang menarik pula. “Get lost! Ask local people!” Rute yang dipilih pun bukan rute-rute umum yang dilalui pelancong biasa. Dengan itu, penulis akan mendapatkan pengalaman yang berbeda, berpotensi unik, dan berkemungkinan menarik. Anjuran yang mengingatkan saya pada testimoni yang ia goreskan di buku Balada Si Roy yang saya beli di lokasi acara, “Untuk Lalu Abdul Fatah. Lelaki harus berani terjun bebas.” Tambahan ilustrasinya membuat kalimat itu kuat terekam.



Secara acak, para peserta diminta untuk menceritakan tulisan yang mereka buat. Ada yang menceritakan impiannya ke Spanyol, Mesir, Dubai, Makassar, Lombok, juga Raja Ampat. Raja Ampat? Itu saya sendiri yang membuat.

Untuk judul, saya coba angkat “Tersesat di Raja Ampat“. Subnya, Berkelana di Surga Penyelam Dunia. Saya karang gambaran kasar babnya: 1) Terjun di Raja Ampat; 2) Bermain dengan whaleshark; 3) Penginapan di Atas Terumbu Karang; 4) Senyum Manis Papuanis; 5) Hiu Bakar; dan 6) Kapal Termahal. Pembagian bab yang begitu saja keluar dari benak saya.


Lalu, dengan mantra-mantra pemantik ide dari sang koboi tua – Gol A Gong menyebut dirinya demikian – saya himpun kalimat-kalimat di bawah ini.


“Byurrr!!!”
Tubuh saya tersergap dingin air laut. Mata yang sebelumnya saya tutup, saya buka selebar-lebarnya. Tak ada kacamata pelindung. Dan, saya merasa perih.
Dua meter di bawah permukaan air selama 30 detik, saya tergeragap. Saya tak kuat menahan napas. Saya butuh oksigen.

Kepala tersembul, hidung masih tersumbat, mulut saya menganga. Oksigen saya raup sebanyak-banyaknya. Lalu, “Huft!” saya menyelam kembali.

Ini bukan mimpi. Kini, saya berada di tempat yang paling saya idamkan lima tahun terakhir. Raja Ampat! Surga bagi penyelam dunia. Dan, hei saya belum mengantongi izin menyelam!

Tulisan ini tidak sempat diminta oleh Gol A Gong untuk saya bacakan di hadapan peserta lainnya.

Namun, di tengah-tengah workshop, ia justru mendaulat saya maju bercerita tentang proses penulisan TraveLove, buku yang saya tulis bersama 9 travel writers Bentang Pustaka. Kesempatan yang saya sambut dengan antusias setinggi Gunung Rinjani.



Hal yang telah diamini oleh Gol A Gong saat ditanya mengenai pengalaman paling menarik saat traveling. “Cinta lokasi itu pengalaman paling mengesankan dalam traveling.” Para peserta mengulum senyum. Teringatlah saya pada sosok Natalie. Hei, kamu di mana, Natalie?

Sepanjang acara, Gol A Gong yang baru usai honeymoon backpacking dengan istri cantiknya – Tias Tatanka, ini gemar membagi-bagikan buku bagi peserta yang berani maju ke depan untuk bercerita. Buku-buku tersebut merupakan karya para penulis di Rumah Dunia, komunitas bentukannya yang kian berkembang pesat hingga detik ini.


Saya cermati, workshop Gol A Gong ini sedikit berbeda dengan yang workshop Yudasmoro yang saya ikuti beberapa waktu yang lampau. Sama-sama mengusung penulisan perjalanan, tapi dengan fokus yang beda. Gol A Gong lebih ke arah penulisan buku. Sementara, Yudasmoro ke arah artikel perjalanan untuk dimuat di majalah. Kendati demikian, keduanya sama-sama mengayakan.


Jadi, yuk jalan-jalan. Jangan lupa menuliskannya. Mulailah dengan belajar menulis kampung sendiri.


Dunia adalah sebuah buku dan mereka yang tidak melakukan perjalanan, hanya membaca satu halamanSt. Agustinus


N.B. Tulisan ini kemudian dimuat pula Gol A Gong di situs pribadinya.


50 thoughts on “Kala Gol A Gong Berbalada di Surabaya

  1. asik ya banyak ilmu menulis traveling dari berbagai gaya.. gaya golagong juga asik.. btw, ku kog penasaran sama makanan yang disajikan yang katamu enak? apa aja sih?itu panitia blom pengalaman kali ya ngadain acara sampe keteter gitu?

  2. aghnellia said: pengen deh nulis crita jalan jalan yg menarik.. 3 minggu lalu ke dieng aja blum sempet ditulis..

    Ditulis, Mbak. Mungkin tidak dengan sekuensi alias urutan perjalanan. Tapi, dicari angle yang menarik. Bidik. Tulis. Itu ilmu yang saya peroleh dari Trinity.

  3. nonragil said: Tah, kalau bulan July ada workshop kepenulisan, tolong kasih tahu ya….Makacih….

    Insya Allah ya, Mbak. Nanti kalau saya dapat infonya, saya beritahu πŸ™‚

  4. faraziyya said: eh raja ampat itu pulau yg dibeli dan dikelola bule ya? masih apdet ga ya sdkt info ini? sy abis.baca d naked traveler 1.

    Setahu saya sih bukan dibeli ya. Tapi, di salah satu pulaunya dibangun resort mewah yang dikelola oleh bule. So that’s why penginapan di sana mehel πŸ˜€ Begitu pula transportasinya :)) Coba kunjungi blog Trinity –> 1. http://naked-traveler.com/2012/01/23/lob-raja-ampat-diving-bersama-bebek-kena-potas/2. http://naked-traveler.com/2012/01/30/lob-raja-ampat-2-main-pesta-dan-nyebur/3. http://naked-traveler.com/2012/02/08/raja-ampat-adalah-surga-lantai-ke-9/

  5. tintin1868 said: asik ya banyak ilmu menulis traveling dari berbagai gaya.. gaya golagong juga asik.. btw, ku kog penasaran sama makanan yang disajikan yang katamu enak? apa aja sih?itu panitia blom pengalaman kali ya ngadain acara sampe keteter gitu?

    Betul sekali, mbaaak πŸ™‚ Interaktif dan aplikatif :))Itu nasi kotak sih. Bagi saya enaklah. Lumayan jadi penyogok perut yang meronta2 karena belum sarapan. Hehehe… At least, saya bilang sebagai pengobat kinerja panitia yang kurang maksimal. Padahal peserta cuma bayar Rp25 ribu (tidak dapat buku Te-We)

  6. Mas Gola Gong bisa gambar ilustrasi juga? keren.jujur aja saya belum pernah baca satupun karya beliau meski sudah tahu namanya yang famous banget, ga tahu kenapa belum ada passion aja.tapi saya salut banget setelah mengetahui di blogmu tentang keterbatasan yang beliau miliki mampu menginspirasi banyak orang.

  7. jampang said: saya kurang suka jalan-jalan…. gimana yah supaya suka?ada yg bilang saya bukan tipe petualang πŸ™‚

    Hehehe… Gimana ya? *garuk-garuk kepala*Ini termasuk kesukaan, hobi sih, Mas, menurut saya. Suatu hal yang dikerjakan suka-suka. Pun, karena tahu manfaatnya apa, maka dinikmatilah oleh orang yang demen jalan-jalan.Kalau Gol A Gong bilang sih, dia melakukan perjalanan karena kelemahannya adalah berimajinasi. Dia harus mendatangi suatu tempat (nanti menjadi latar), dia harus ketemu orang bincang2 dengannya (nanti menjadi tokoh), dan seterusnya. Ia bilang, kalau ia tidak bisa hanya duduk di depan komputer lalu mengkhayal. Idenya ia tangkap selama perjalanan πŸ™‚

  8. jampang said: saya kurang suka jalan-jalan

    kalau saya suka tapi terkendala gampang mabukan jadi kalo jaraknya jauh gitu suka keder deh. Alhamdulillah sekarang udah nemu solusinya.

  9. nawhi said: Mas Gola Gong bisa gambar ilustrasi juga? keren.jujur aja saya belum pernah baca satupun karya beliau meski sudah tahu namanya yang famous banget, ga tahu kenapa belum ada passion aja.tapi saya salut banget setelah mengetahui di blogmu tentang keterbatasan yang beliau miliki mampu menginspirasi banyak orang.

    Iya, Mas. Hal yang mengingatkan saya pada Nadine yang cerita kalau bengong saat traveling, ia juga suka bikin kutipan2 menarik plus bikin ilustrasi. Itu pun khas Gol A Gong. Hehehe… Saya sudah pernah baca novelnya, lalu buku Te-We, dan beberapa waktu lalu menghimpun Menggenggam Dunia dari tobuk. Balada Si Roy ini sengaja saya pesan langsung dari beliau dan dibawa saat workshop kemarin. Alhamdulillah, masih bisa diizinkan membaca karya-karyanya yang gemilang. Mungkin nanti ada masanya tertarik baca, Mas. Hehehe

  10. nawhi said: kalau saya suka tapi terkendala gampang mabukan jadi kalo jaraknya jauh gitu suka keder deh. Alhamdulillah sekarang udah nemu solusinya.

    Solusinya juga saran dari Mbak Ivon ya? Pasangan yang saling melengkapi euy πŸ™‚

  11. lafatah said: Inginnya dalam jangka lima tahun ke depan :)) Diving license kudu punya πŸ˜€

    ga perlu punya lisensi menyelam lah buat kesana.. mogamoga tahun ini ada yang ajak fatah, langsung nyelem di rajaampat..

  12. lafatah said: Betul sekali, mbaaak πŸ™‚ Interaktif dan aplikatif :))

    pantes dia suka komunitas biar lebih guyub..btw, kenapa juga omongnya sambil bawa2 kamera di dada ya?

  13. lafatah said: Solusinya juga saran dari Mbak Ivon ya? Pasangan yang saling melengkapi euy πŸ™‚

    err bukan sih, aku dapetnya dari Lina (sobatnya Ivon) yang obat mabok itu lho, aku bahas kok di blog lombamu.tapi soal saling melengkapi tetep bener, hal itu terbukti pas backpackeran ke Solo-Yogya kemarin, salut deh ama Ndut yang hafal rute perjalanan yang kami tempuh. kayak pas awa; berangkat dari Blitar, aku tuh ga tau kalau bisa ke Solo lewat Blitar. Bayanganku sih kudu balik ke Malang dulu baru cari bus ke Solo di Arjosari he3.

  14. lafatah said: Rute yang dipilih pun bukan rute-rute umum yang dilalui pelancong biasa. Dengan itu, penulis akan mendapatkan pengalaman yang berbeda, berpotensi unik, dan berkemungkinan menarik.

    Ini pula yang dilakukan suami saya ketika kami ke negeri panda. Perjalanan kami tempuh sendiri kecuali sewaktu ke tembok besar China, kalau ini, terpaksa menggunakan jasa tour and travel. Namun, selebihnya, masuk gang ini, keluar gang itu. Melihat sisi lain kota Beijing yang tak mungkin dijamah jika duduk manis di bus turis :DSaya dan anak-anak manut saja diajak keluar masuk gang πŸ˜€

  15. padahal tgl 9 itu udah megang HP mau sms dirimu loh Tah, nitip salam buat mas Gong and mbak Tias… huehehehe…..disana ketemu Prita? kemaren aku dikabarin lewat sms juga ama dia tentang acara ini… huhuhu… kan pengen bgt dateng….

  16. lafatah said: Kalau Gol A Gong bilang sih, dia melakukan perjalanan karena kelemahannya adalah berimajinasi. Dia harus mendatangi suatu tempat (nanti menjadi latar), dia harus ketemu orang bincang2 dengannya (nanti menjadi tokoh), dan seterusnya. Ia bilang, kalau ia tidak bisa hanya duduk di depan komputer lalu mengkhayal. Idenya ia tangkap selama perjalanan πŸ™‚

    iya betul banget, jalan-jalan membuat lebih “kaya” ketimbang berimajinasi…lebih real…Banyak inspirasi dan manfaat yang didapat, terutama kepuasan batin.

  17. masfathin said: Apa buku Journey itu masih ada ya Tah? *udah lama gak ke tobuk. Iya, dgn ruangan sebesar itu jadinya sepi. Tp ilmunya ‘rame’ kan ya πŸ™‚

    Sepertinya sudah langka. Coba hubungi saya Gol A Gong langsung untuk pesan buku-bukunya: gm_cakrawala@yahoo.com. Betul sekali, kendati ruangannya besar dan tidak proporsi dengan pesertanya, tapi limpahan ilmu dari Gol A Gong mampu menyumpalnya :))

  18. ivoniezahra said: waaah keren, fatah acungkan buku barunya dengan mantab, Aku suka jalan-jalan tapi passion buat menuliskan masih kendur hehehe

    Matur nuwun, Mbak Ivon. Saya bisa mantap begini karena keramahan Mas Gong juga. Bahkan, ia yang menyapa duluan ketika datang belakangan. “Lalu, ya?” Ah, impresi pertama yang bikin saya kian mantap mencerap ilmunya. ‘Passion’ yang kendur ini mungkin karena anggapan bahwa perjalanan yang kita lakukan, biasa saja. Jadi, buat apa menuliskannya. Nah, ini sebenarnya yang juga kadang melanda saya. Hehehe… Tapi, kalau memang ada tujuannya, entah karena merasa ada hikmah dalam perjalanan tersebut, maka akan bersemangat menuliskannya.

  19. dieend18 said: padahal tgl 9 itu udah megang HP mau sms dirimu loh Tah, nitip salam buat mas Gong and mbak Tias… huehehehe…..disana ketemu Prita? kemaren aku dikabarin lewat sms juga ama dia tentang acara ini… huhuhu… kan pengen bgt dateng….

    Tapi, kami saat ngobrol di kafe kantor pos depan Grahadi, sempat menyebut nama Mbak sewaktu membicarakan para narasumber di buku Te-We. Hehehe… Mbak Tias nggak ikut. Mas Gong ditemani oleh Ahmad Wayang, relawan Rumah Dunia. Ya, saya ketemu Mbak Prita. Ia datang belakangan karena ada pekerjaan yang mesti dibereskan. πŸ™‚

  20. fefabiola said: Ini pula yang dilakukan suami saya ketika kami ke negeri panda. Perjalanan kami tempuh sendiri kecuali sewaktu ke tembok besar China, kalau ini, terpaksa menggunakan jasa tour and travel. Namun, selebihnya, masuk gang ini, keluar gang itu. Melihat sisi lain kota Beijing yang tak mungkin dijamah jika duduk manis di bus turis :DSaya dan anak-anak manut saja diajak keluar masuk gang πŸ˜€

    Menarik, Mbak! Sisi-sisi ‘under-radar’ negeri panda ini bisa kita ketahui. Akan menjadi pengalaman personal yang tidak dimiliki orang lain. Menulis hal-hal ‘biasa’ yang bisa jadi dipandang sebelah mata oleh turis lain, itu justru jadi kekuatan utama penulis :)Intinya, saya suka gaya perjalanan mbak sekeluarga πŸ™‚

  21. nawhi said: err bukan sih, aku dapetnya dari Lina (sobatnya Ivon) yang obat mabok itu lho, aku bahas kok di blog lombamu.

    Oh, I see… Saya baca bagian itu :)) Manjur juga ya Dramanine. Plus, cara minumnya kudu tepat. Perut dalam keadaan kosong πŸ˜€

  22. katerinas said: iya betul banget, jalan-jalan membuat lebih “kaya” ketimbang berimajinasi…lebih real…Banyak inspirasi dan manfaat yang didapat, terutama kepuasan batin.

    Bagi saya juga begitu, Mbak. Karena inspirasi memang acapkali datang dari lingkungan sekitar. Apa yang kita lihat, dengar, sentuh, kecap, juga rasakan. Saya kira, para penulis fiksi fantasi macam J.K. Rowling pun demikian. Dari realita, ia kemudian membumbuinya dengan imajinasi.Kepuasan batin? Itu dia.

  23. tintin1868 said: ga perlu punya lisensi menyelam lah buat kesana.. mogamoga tahun ini ada yang ajak fatah, langsung nyelem di rajaampat..

    Memang sih, kalau buat ke sana doang, nggak perlu lisensi menyelam, Mbak. Tapi, kalau mau diving, sementara Raja Ampat dikenal sebagai dive-site kelas pro karena kondisi bawah lautnya yang berarus kencang, jadi ya kudu punya lisensi selam :))Kalau untuk snorkeling dan renang-renang cantik sih, bisa banget πŸ™‚ Tapi, kan eman-eman kalau tidak menyelam πŸ˜€

  24. aisyahnj said: Surabaya, daerah jambangan. Ada kerjaan bru beres ba’da asar. Fatah msh dSby atau sdh ‘terbang’ lg?

    Saya masih di Surabaya. Masih ngider di sini sebagai mahasiswa-penggarap-skripsi :DNanti di Jombang tanggal 21 Juni ada acara TeWaTe (Temu Wajah Teman). Ikutan nggak?

  25. aisyahnj said: Sabtu ya? InsyaAllah. Tp sy g pernah kjombang, ada rombongan g dr sini tah? Ikut sekalian..hee

    dari Surabaya, kayaknya bakal ada Mbak Evia (eviakoos) dan saya. Ayo, ikutan ya :DSaya kirimi PM deh buat kontak hp.

  26. Poin cinloknya itu Tah, agaknya ada benernya xixixi wong sy aja yg cm 3 hari 3 malam ngebis medan – jogja selalu pk acara cinlok heehhe…

  27. adearin said: wong sy aja yg cm 3 hari 3 malam ngebis medan – jogja selalu pk acara cinlok heehhe…

    suit… suit…. yang cinlok euy… πŸ˜‰

  28. Eh beneran lo mb dian, bayangin aja 4 th di jogja 4 kali mudik, PP naik ALS berarti ada 8 kali. Jd sebanyak itu jg cinlok sy xixixi…itu pengalaman bener2 deh… Biasane, dr bis lanjut ke kopdar. Abistu ntr msh lanjut ada yg srg main k kos, telpon, nganter burjolah, nganter oleh2lah, pura2 mampir lah, adaaa aja xixixi. Skrg para cinlokers udah pd insyaf hehehe*jam segini, masih nemenin lala begadang mba dian?

  29. Jurnal yang serius di awal, lalu renyah di akhir, love it! :-)Mmm, asik banget ya, dikenalin sama suhu di hadapan khalayak ya :-)You’ll follow his track soon, insyaAllah πŸ™‚

  30. adearin said: Poin cinloknya itu Tah, agaknya ada benernya xixixi wong sy aja yg cm 3 hari 3 malam ngebis medan – jogja selalu pk acara cinlok heehhe…

    aheeyeyeyeyey…. saya suka mbak buka kartu :)) eh, kenapa nggak ikutan lombanya kemarin, mba?

  31. adearin said: Eh beneran lo mb dian, bayangin aja 4 th di jogja 4 kali mudik, PP naik ALS berarti ada 8 kali. Jd sebanyak itu jg cinlok sy xixixi…itu pengalaman bener2 deh… Biasane, dr bis lanjut ke kopdar. Abistu ntr msh lanjut ada yg srg main k kos, telpon, nganter burjolah, nganter oleh2lah, pura2 mampir lah, adaaa aja xixixi. Skrg para cinlokers udah pd insyaf hehehe*jam segini, masih nemenin lala begadang mba dian?

    Wkwkwkw… seru banget nih pengalamannya. Sayang banget, nggak ikutan lomba Love Journey, Mbak. Padahal bisa jadi kandidat jawara nih, apalagi kalau gaya tulisannya kocak :))

  32. imazahra said: Jurnal yang serius di awal, lalu renyah di akhir, love it! :-)Mmm, asik banget ya, dikenalin sama suhu di hadapan khalayak ya :-)You’ll follow his track soon, insyaAllah πŸ™‚

    Hehehe… Awalnya mau bikin reportase yang serius. Tapi, ah…udah nyampe tengah, tergoda buat berimprovisasi. Jadilah jurnal ini :DMas Gong ramah sekali. Dia yang menyapa saya duluan. “Lalu ya?” Kami pun salaman. Terus, dia mendoakan di depan audiens bahwa suatu hari nanti saya akan jadi penulis masa depan. Saya hanya berucap “aamiin…” πŸ™‚ Makasih juga doanya, Mbak Ima πŸ™‚

  33. lafatah said: Mas Gong ramah sekali. Dia yang menyapa saya duluan. “Lalu ya?” Kami pun salaman. Terus, dia mendoakan di depan audiens bahwa suatu hari nanti saya akan jadi penulis masa depan.

    Senior yang sangat ‘Tut Wuri Handayani’ :-DGak sabar menunggu hari Selasa, kami akan bareng2 menuju Medan, yippie! πŸ˜€

Tinggalkan Balasan ke aisyahnj Batalkan balasan