Secuil Kabar dari Bumi Sejuta Walet

Halo, para pejalan!

Sebulan sudah saya tidak posting di sini. Sudah kangen sebenarnya ingin bercerita ini itu, tentu saja dalam rangka traveling. Tapi, energi tidak bisa dibohongi.

Sudah tiga minggu ini saya berada di Kebumen, bumi sejuta walet. Julukan ini saya berikan sendiri. Maaf. Tapi, walet memang jadi ikon kota di Jawa Tengah ini. Saya sendiri baru tahu pada Selasa pagi, 22 Januari lalu, kala menuju kantor sebuah NGO Internasional di mana saya sedang menggarap proyek bukunya bersama dua teman.

Lambang Kebumen adalah walet. Sebuah tugu walet juga dibangun. Bahkan, dengan gampangnya Anda akan menemukan ikon-ikon walet di tengah kota. Main saja ke Alun-alun, jika ingin membuktikan.

Ya, dari cerita orang-orang di sekitar saya, walet memang salah satu ‘ladang emas’ Kebumen. Di tebing-tebing pantai bagian selatan akan bisa dijumpai sarang-sarang walet. Demikian ceritanya. Cerita yang membuat saya penasaran. Mudahan sekelar proyek ini, saya bisa menengok dari dekat. Tidak sekadar percaya pada “katanya… anu…”

Selama di Kebumen, saya tinggal di dua tempat. Kos asli di dekat Alun-Alun dan rumah relawan di Dusun Wanayasa, Desa Karangmojo, Kecamatan Karanggayam.

Kos asli saya bernama Ruma Kost Bani Ibrahim. Letaknya persis di samping kanan Masjid Agung. Hanya diselang oleh gang. Kos saya cukup terjangkau untuk ukuran kantong mahasiswa, yakni Rp175ribu/bulan. Rencananya, jika saya memperpanjang sampai Maret, biayanya akan dinaikkan menjadi Rp185ribu. Ya, jika menilik jam kerja, kemungkinan besar pemilik kos akan bertambah gemuk pundinya dari saya πŸ˜€

Rumah Kost 'Bani Ibrahim'' yang asyik buat bertapa dan menulis :D

Rumah Kost ‘Bani Ibrahim” yang asyik buat bertapa dan menulis πŸ˜€

Rumah kos saya ini ditinggali kebanyakan oleh orang kantoran. Hanya ada satu siswa SMA yang ‘nyempil’. Sisanya adalah kami bertiga, tim penulis buku.

Oya, dua rekan saya itu adalah Mas Heri CS, jurnalis harian Jurnal Nasional, dan Mas Rofiuddin, jurnalis Tempo. Bekerja dengan dua jurnalis, menurut saya sebuah kesempatan yang mengasyikkan. Saya bisa belajar dari mereka. Sejauh ini sih, kebanyakan belajar dari Mas Heri karena dia yang cukup intens berada di rumah kos. Sedangkan Mas Rofi, karena alasan sebagai kepala keluarga, lebih sering berada di Semarang. Tapi jangan ditanya kualitas tulisannya. Saya belajar ‘jarak jauh’ saja dengan membaca reportase-reportasenya yang sering ditautkan di Facebook.

Omong-omong, rumah kos kami ini klasik betul. Baik itu eksterior maupun interiornya. Maklum, rumah tua. Langit-langitnya tinggi, jendelanya lebar-lebar dan berterali. Lantainya tegel. Belum lagi catnya yang agak kusam. Tapi, patut saya acungi karena terbilang bersih. Saya sendiri hanya butuh dua sampai tiga hari (kunjungan – karena di hari kedua setelah di rumah kos ini, saya pindah ke desa dan tinggal di rumah relawan), untuk bisa benar-benar betah. Atmosfernya saya suka. Tidak begitu panas karena sirkulasi udara yang cukup baik.

Apalagi karena dekat pula dari masjid. Terasa sejuknya rumah ini. Ditambah para penghuni kos yang baik-baik.

Anyway, saya ingin bercerita secara khusus tentang rumah ini. Cerita penjaga rumah ini, Pak Warno, yang membuat saya geleng-geleng kepala. Serta kisah-kisah lainnya selama saya wara-wiriΒ di desa penugasan saya untuk mewawancarai para narasumber yang juga tak henti-hentinya bikin saya terlecut. Tentu saja, cerita tentang ‘rumah kedua’ saya di desa yang juga mengesankan.

Artikel saya di YES Magazine

Artikel saya di YES Magazine

Oya, satu lagi yang ingin saya sampaikan. Beberapa waktu lalu, adik kelas saya di HI, menginisiasi pembuatan majalah. YES (Young, Energic, and Success) namanya. Saat ini masih dicetak terbatas di lingkungan HI Unair. Namun, ada versi pdf-nya kok. Bisa teman-teman unduh di bawah ini. Saya menyumbang satu tulisan traveling. Ya, lagi-lagi kesempatan bagus buat saya untuk mempromosikan tanah kelahiran saya, Lombok. :))

Selamat membaca. Selamat jalan-jalan.

Salam dari Bumi Sejuta Walet.

YES edisi Februari, silakan diunduh.

9 thoughts on “Secuil Kabar dari Bumi Sejuta Walet

  1. woah lagi di kota sejuta walet..
    iya keren ya tah tinggal di rumah belanda kaya gitu, tinggitinggi langitnya juga pintunya tebal.. pake kunci apa pake pasak apa pake gerendel tuh tutup pintunya?
    cerita pakwarno kaya apa sih? *kepo..

    • Itu pintunya pake gerendel, mbak, dari dalam. Kalo dari luar, pake gembok kecil πŸ˜€

      Cerita Pak Warno itu amat personal sih. Tapi, dia malah menantang saya untuk menuliskan ‘biografi’ hidupnya πŸ˜€

  2. Ping-balik: Kebumen dalam 1001 Kata | Setapak Aksara

Tinggalkan Balasan ke yusmei Batalkan balasan