Proses Lahirnya “Love Journey”

Proses kreatif Mbak Dee An atas kelahiran buku “Love Journey: Ada Cinta di Tiap Perjalanan”. Versi saya, bisa ditengok di sini.

Proses Lahirnya “Love Journey”

Menikmati proses. Itulah yang aku rasakan dalam perjalanan panjang menanti kelahiran Love Journey: Ada Cinta di Tiap Perjalanan.  

1

Love Journey bukan buku pertamaku. Sebelumnya, sudah ada 10 buku yang mendahuluinya sejak aku mulai ‘kenalan’ dengan yang namanya audisi naskah antologi di awal tahun 2011. Berbeda dengan 10 buku (9antologi dan 1 buku solo) sebelumnya, di mana aku hanya menjadi peserta yang mengirimkan naskah, deg-degan menunggu pengumuman, dan ketika dinyatakan lolos menjadi kontributor tinggal menunggu wujud nyata bukunya. Di Love Journey akulah yang menjadi penyelenggara event dan sekaligus menjadi jurinya, berdua dengan seorang ‘adik’ luar biasa yang aku kenal di dunia maya, Lalu Abdul Fatah.
Berawal dari Sebuah Perayaan
Lomba Love Journey yang kami selenggarakan di Multiply mulai tanggal 1 Mei 2012 sampai dengan 31 Mei 2012 itu adalah suatu bentuk ungkapan rasa syukur atas ‘lahir’nya buku kami berdua. TraveLovemilik Fatah dan a Thousand Miles Journey Begin with the First Step milikku. Keduanya ber-genre traveling. Dan nama Love Journey sengaja kami pilih untuk ‘menjodohkan’ kedua buku kami tersebut. Sedikit maksa sih.., tapi yang penting ‘kena’ kan…
2
Untuk sebuah perayaan sederhana, dengan hadiah-hadiah yang juga tidak terlalu ‘wah’, kehadiran 38 naskah yang masuk sungguh di luar ekspektasi kami. Kisah yang beragam, ada yang membuat senyum tersungging, ada yang menghadirkan haru, bahkan ada juga yang membuat kening berkerut, bingung..! Tapi apa pun itu, kami berterima kasih pada semua yang telah berkenan meramaikan perayaan syukur kami.
Proses Penilaian Naskah
Proses penilaian yang hanya 14 hari membuat aku dan Fatah cukup kewalahan juga. Terlebih prioritasku saat itu adalah Lala, yang lahir tepat ketika lomba baru berjalan setengahnya, 15 Mei 2012. Tentu saja kesibukan sebagai ibu baru tidak memungkinkanku untuk bisa berlama-lama nongkrong di depan komputer. Sampai ada beberapa kesempatan, ketika aku menilai tulisan-tulisan yang masuk dengan Lala yang terlelap di pangkuanku. Sungguh, hal itu menjadi sebuah moment yang tidak mungkin bisa aku lupa, sebagai bagian dari proses lahirnya Love Journey.  Tapi sekali lagi aku bersyukur, karena mempunyai seorang partner luar biasa yang sigap mengambil alih semua urusan tentang lomba. Dirimu memang benar-benar bisa diandalkan, Tah…
Untuk memudahkan proses penilaian, kami membuat tabel dengan kriteria penilaian yang mencakup: kesesuaian tema, keunikan dan kreatifitas dalam menyajikan cerita, serta gaya bercerita dan diksi. Dari penilaian itu, 38 tulisan akhirnya mengerucut menjadi 10 tulisan yang harus kami godok lagi sampai benar-benar matang. Tidak mudah. Karena ke-10 tulisan itu mempunyai kelebihan masing-masing.
Aku menikmati saat-saat kami mendiskusikan naskah satu demi satu. Aku sendiri belum punya pengalaman menjadi juri lomba menulis, demikian juga Fatah. Jadi kami menilai tulisan-tulisan itu dengan menempatkan diri kami sebagai pembaca. Misalnya ketika membaca tulisan A, yang dari awal sudah membuat kami jatuh hati, tapi sayang ending-nya kurang ‘nendang’ sehingga kami terpaksa mengurangi poinnya. Trus ada lagi tulisan B, ceritanya biasa, tapi cara bertuturnya enaaaak banget. Sehingga kami sepakat untuk memberi poin lebih. Begitu seterusnya sampai kami mendapatkan tiga nama yang akhirnya kami nobatkan sebagai pemenang.
Untuk juara pertama, kami sepakat memilih tulisan Teh Lina W Sasmita yang berjudul Cintaku Tertaut di Gunung. Cara bertuturnya membuat kami bisa ikut merasakan pencarian cintanya dari satu gunung ke gunung lainnya. Kemudian untuk juara kedua, kami memilih tulisan Mbak Katerina yang cukup panjang (15 halaman A4 dengan font TNR 12 spasi 1,5 – tanpa foto) Bagi aku pribadi, tidak mudah membuat tulisan panjang yang bisa membuat pembaca betah. Tapi Mbak Rien mampu melakukannya dengan sangat baik. Luar biasa… Dan sebagai pemenang ketiga, kami sepakat memilih tulisan San Yasdi Pandia alias Yasdong. Kepiawaiannya meramu cerita perjalanan seperti layaknya cerita fiksi membuat kami langsung jatuh hati.
Ini hanyalah penilaian dari sebuah lomba. Boleh jadi apa yang bagus menurut kami, bagi pihak lain justru sebaliknya. Semua itu berpulang kepada selera masing-masing. Dan demi penilaian yang transparan, tabel penilaian yang kami buat sengaja kami lampirkan juga sewaktu pengumuman pemenang. Harapan kami, agar semua peserta bisa mengetahui di mana letak kekurangan dan kelebihan tulisannya. Hal ini pun merupakan proses pembelajaran bagi kami berdua. Belajar dari kesalahan dan kelebihan orang lain…
Ide Membukukan Love Journey
Ketika membaca tulisan-tulisan yang masuk, yang menurut aku pribadi bagus-bagus itu, terbersit niat untuk membukukan tulisan-tulisan tersebut. Rasanya bukan sesuatu yang muluk, kalau aku ingin menjadikan tulisan-tulisan itu sebagai kenang-kenangan. Dan ketika niatan itu aku sampaikan pada Fatah, ternyata ‘adik’ satu ini juga mempunyai niat terpendam yang sama. Alhamdulillah
Maka mulailah kami kembali menggodok ide pembuatan buku ini. Mulai dari menilai kembali tulisan-tulisan yang layak, memilih jalur penerbitan, desain kover, dan sebagainya. Untuk memilih tulisan-tulisan yang layak tidak terlalu sulit lagi, karena kami berpedoman pada tabel penilaian yang pernah kami buat sewaktu proses penjurian. Dan kami mengambil 16 tulisan yang memiliki poin tertinggi. Mereka adalah: Dian OnasisDinar Okti Noor SatitahDr. Prita Kusumaningsih  SpOGGita Lovusa,Helene KolowayIcho AhmadIhwan HariyantoKaterinaLina W. SasmitaMudhalifana Haruddin,San Yasdi PandiaSilvani HabibahSuga AdiswaraTakedi YayaUlil Lala, dan Yudith Fabiola.
Beberapa nama mungkin sudah tak asing lagi bagi mereka yang berkecimpung di dunia baca tulis. Hal ini juga menjadi sebuah kehormatan bagi kami berdua, ketika mereka para senior di dunia tulis menulis itu bersedia menyumbangkan naskahnya di lomba sederhana yang kami selenggarakan.
Untuk penerbitan, kami memilih jalur penerbitan indie. Karena niat awalnya memang hanya ingin menjadikan buku ini sebagai bentuk kenang-kenangan di antara kami, MPers. Sebuah niat yang tidak terlalu muluk, kami rasa.
Kami berdua segera menghubungi Mozaik Indie Publisher, sebuah penerbitan indie yang baru saja berdiri, tapi cukup produktif. Aku yang saat itu masih buta sama sekali terkait masalah penerbitan buku, terlebih indie, menjadi sedikit tercerahkan dengan penjelasan yang gamblang dari pihak Mozaik.
Melihat biaya-biaya yang harus kami keluarkan kalau ingin menerbitkan indie, sedikit membuat kening berkerut. Biaya editing, biaya layout, dan biaya desain kover, belum lagi nanti biaya cetak. Memang sih, nominalnya tidak seberapa, tapi terus terang saja, aku dan Fatah sama-sama tidak mempunyai modal yang besar, dalam hal ini materi, untuk menerbitkan sebuah buku.
Pihak Mozaik menawarkan sistem PoD (Print on Demand), dan kami tidak perlu membayar biaya produksi, asal semuanya dikerjakan sendiri. Jadi mulai dari editing, layout sampai desain kover harus kami kerjakan sendiri. Oke, kami berdua memang tidak mempunyai modal berupa materi, tapi kami masih mempunyai modal berupa semangat yang sama-sama berada di level tertinggi. Bismillah…, kami akan mencoba mengerjakan ini bersama-sama.
Kami mulai bagi tugas. Untuk proses editing, Fatah mengajukan diri. Aku sih sudah cukup tau, kalau ‘adik’ yang satu ini sangat piawai meramu kata. Dan satu hal lagi, Fatah cukup rajin membuka-buka KBBI daring. Jadi dengan senang hati aku mempercayakan proses editing pada Fatah.
Dan ketika Fatah mempercayakan urusan tata letak dan desain kover padaku, dengan alasan aku jago edit foto, aku cuma bisa ketawa miris. Kok jadi gak yakin ama kemampuan diri sendiri begini ya? Hehehe… Aku kan cuma bisa edit foto pake software Photoscape, dan udah lama banget rasanya gak main-main ama Photoshop. Aku pernah bikin sketsa, desain undangan pesanan teman, desain poster, tapi itu kan duluuuu sekali, jaman aku masih tinggal di ma’had. Lah kalau kover buku? Aku kan belum punya pengalaman sama sekali. Tapi gak ada salahnya dicoba kan? Bukankah lebih baik pernah mencoba dan gagal, dari pada menyesal karena gak pernah mencoba sama sekali?
Setelah kami sudah merasa mantap, barulah kami menghubungi 16 orang yang mempunyai poin tertinggi dalam penilaian kami melalui PM untuk menyampaikan rencana kami membukukan tulisan mereka dalam sebuah antologi. Gayung bersambut. Semua menyambut baik rencana kami. Benar kata pepatah, selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Rencana penutupan fitur blog di taman bermain kami, Multiply, membuat kami makin semangat untuk mewujudkan rencana ini. Setidaknya, buku ini akan menjadi sebuah kenangan manis, yang menjadi bukti bahwa kita pernah tinggal bersama, di sebuah dunia bernama Multiply. Antusiasme teman-teman kontributor membuat semangat kami yang masih berada di level tertinggi semakin melejit ke level yang lebih tinggi lagi.
Proses Penggarapan Love Journey
Bismillah…, mari kita mulai menggarap project ini.
Sambil mengerjakan ‘tugas’ masing-masing, kami mulai memikirkan untuk mencari endorsers. Satu nama yang langsung terlintas di pikiran adalah Gol A Gong. Siapa sih yang tidak kenal beliau? Seorang penulis senior yang telah mempopulerkan si Roy. Beruntung beliau bersedia ‘diganggu’ di sela-sela kesibukan tour-nya, setelah sebelumnya kami sempat ‘dicurhati’ oleh beliau. Semoga Allah memudahkan semua urusan Mas Gong, ya…
Kemudian Fatah menghubungi Trinity. Tak sulit bagi Fatah menghubungi penulis The Naked Traveler ini, karena sebelumnya mereka pernah tergabung dalam sebuah project antologi berjudul TraveLove. Tapi sayang, Trinity tidak bisa memberikan endorsement karena waktunya berdekatan dengan keberangkatannya memulai perjalanan keliling dunia. Mbak Ade Nastiti, penulis Two Travel Tales pun tidak jadi memberikan endorsement karena terbentur jadwal keberangkatannya ke Tanah Suci.
Beruntung Andrei Budiman, penulis Travelous yang saat itu sedang berada di Papua, bersedia memberikan endorsement. Tak disangka, Amril Taufik Gobel, seorang blogger yang juga kolomnis di Yahoo! Indonesia juga bersedia memberikan edoresement-nya. Terima kasih atas rekomendasinya, ya Mbak Rien…
Tiga orang yang cukup dikenal sudah memberikan endorsement-nya untuk buku ini. Hal ini membuat kami semakin terpacu untuk tidak setengah-setengah mengerjakan project ini. Meski ini hanya buku indie, tapi serius menggarapnya, dan kami ingin buku ini juga ‘dilirik’ oleh khalayak luas.
Aku mulai mengerjakan bagianku. Untuk urusan tata letak, aku hanya berpedoman, bagaimana caranya agar pembaca merasa nyaman ketika membaca buku kita. Pemilihan jenis dan ukuran fonttentu menjadi prioritas utama. Kemudian berusaha menyesuaikan tampilan foto-foto agar lebih sedap dipandang. Tidak mudah. Dan sekali lagi, aku menempatkan diriku sebagai pembaca, kira-kira kalau dengan tampilan dan tata letak seperti ini, aku nyaman gak sih membacanya? Begitu seterusnya, sampai aku benar-benar merasa sudah cukup nyaman dengan tampilannya, baru file itu aku kirim ke Fatah untuk meminta pendapatnya.
Ketika masuk ke bagian desain kover, aku bingung. Membuka lagi program Photoshop di komputer, setelah sekian lama tidak pernah digunakan itu rasanya ‘sesuatu’ sekali ya? Sumpah…!!! Jadi lupa semua, itu toolbar gunanya buat apa aja? Hehehe… Beruntung aku punya beberapa orang teman yang aku tau, mereka jago urusan utak-atik Photoshop. Dan sepertinya kebanyakan anak-anak JPers (Jejak Petualang Community) emang jago-jago urusan Photoshop ya… :)Aku menghubungi Kohan, tapi rupanya bocah kreatif asal Gombong yang sudah mendesain themesMultiply-ku itu sedang cukup sibuk. Aku ganti menghubungi komandan Obie, salah seorang sesepuh di JPers, hehehe.. Dan, Yess..!! beliau cukup punya waktu untuk direcokin. Aku tidak meminta bantuan untuk dibuatkan kover buku. Aku cuma minta untuk diajari lagi bermain-main dengan Photoshop. Itu saja. Bang Obie memang luar biasa, sampai-sampai beliau membuatkan tutorial yang cukup jelas dan mudah aku pahami. Makasih banget, komandan…

Satu per satu calon kover buku yang aku buat aku sodorkan ke forum kontributor untuk meminta pendapat. Total ada 7 desain kover yang aku ajukan. Saran dan masukan berdatangan menanggapi desain-desain yang aku ajukan. Kami senang karena semua akhirnya terlibat. Walalupun aku dan Fatah yang menyusunnya, tapi kami berdua ingin semua teman kontributor terlibat sejak awal. Apalagi ini buku bersama, kami ingin agar semua yang namanya tercetak di sampul buku ikut merasakan menjadi bagian dari lahirnya buku ini.
Aku tau, dari ke-7 rencana desain yang aku ajukan itu, sebenarnya belum ada satupun yang ‘mengena’ di hati Fatah. Sampai ketika aku menyodorkan desain yang ke-8.
“Kovernya jauuuuhhh lebih baik dan menarik, Mbak. Saya suka!!!” Sebaris kalimat yang ia tuliskan melalui surel itu sudah cukup membuat aku merasa bahagia tak terkira. Ahh… kalau saja ia tau, betapa aku sudah hampir menyerah waktu itu…  Dan akhirnya, kover berwarna biru bergambar sepasang kaki itulah yang menjadi kover buku Love Journey.
3
Obrolan dan diskusi di PM terus berlangsung terkait rencana perbitan buku ini. Semula kami hanya berniat mencetak buku ini dengan sistem PoD. Tapi obrolan dan diskusi yang terus bergulir di PM mencuatkan ide untuk mencetak massal buku ini dalam jumlah besar supaya bisa masuk toko buku. Teman-teman kontributor menyambut antusias rencana ini.
Akhirnya kami sepakat mencetak buku ini sebanyak 500 eksemplar. Dengan tambahan cetak 50 eksemplar pesanan Dokter Prita, yang juga salah seorang kontributor di buku ini. Sebuah rencana yang jauh di luar ekspektasi kami. Apalagi bagi beberapa kontributor, ini adalah buku pertama mereka. Kehadiran buku ini di toko buku tentu merupakan sebuah prestige yang luar biasa.
Satu topik diskusi yang cukup membuatku puyeng adalah masalah biaya. Hehehe.., sepertinya semua orang pasti akan puyeng ya kalau sudah berhadapan dengan urusan yang satu ini. Tapi untungnya, biaya itu ditanggung oleh kami berdelapan belas, sehingga bisa sedikit lebih ringan. Untuk pembagian keuntungan kami sepakat memilih sistem royalti.
Sebuah proses yang tidak bisa dibilang mudah, tapi sungguh sangat menyenangkan ketika bisa terlibat langsung di dalamnya. Ada haru ketika aku membaca lagi diskusi-diskusi kami lewat PM demi PM, berpuluh sms, juga email dalam proses panjang lahirnya Love Journey ini. Diskusi panjang yang sampai saat ini masih aku simpan dalam sebuah folder di komputer itu merupakan rekam jejak perjalanan panjang Love Journey.
Dan ketika untuk pertama kalinya Love Journey tayang di jejaring sosial, sungguh, aku sudah kehabisan kata untuk mengungkapkan, betapa aku sangat sangat bahagia melihat teman-teman kontributor menyambut buku ini dengan euphoria yang luar biasa. Karena bagiku, bahagia itu adalah ketika bisa membuat orang lain merasa bahagia.
Launching Dua Kota
Euphoria itu berlanjut tatkala tercetus rencana untuk mengadakan launching buku ini di Malang. Aku hanya bisa mengucap syukur berkali-kali. Sungguh, aku tidak pernah menyangka kalau perjalanan Love Journey akan sejauh ini.
Rencana launching di Malang membuahkan rencana lain yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Love Journey juga akan launching di Batam pada hari dan jam yang sama dengan acaralaunching di Malang. Kalau ada yang bertanya, kenapa akhirnya Batam dipilih sebagai kota kedua untuk meluncurkan Love Journey? Jawaban sebenarnya adalah karena aku iri tidak bisa menghadiri acara di Malang. Ketika hal ini aku sampaikan pada Fatah, dengan bijak dia mengusulkan, “kenapa Mbak gak bikin aja acara launching di Batam…???” Sebuah ide bernada kompor yang langsung aku sambut dengan suka cita.
Kebetulan juga, tiga dari delapan belas kontributor Love Journey berdomisili di Batam. Jadi ada temen untuk diajak puyeng bareng. *lirik Teh Lina W Sasmita dan Mas Suga Adiswara. Tapi sayang sekali, Mas Suga sedang sibuk promo tour ke beberapa kota di Indonesia, sehingga hanya aku dan Teh Lina yang bakalan sibuk mengurus ini dan itu. Tak mengapa, karena bagiku, ini juga merupakan bagian dari sebuah proses pembelajaran. Akhirnya, aku dan Teh Lina sepakat untuk menambah cetak buku 50 eksemplar lagi untuk dijual di Batam.
Alhamdulillah, banyak sponsor yang membantu acara launching buku Love Journey di Batam. Terima kasih kepada FLP Batam, Toko Buku Karisma, Xpresi Batam Pos, La Tansa Tour and Travel, dan Sang Bintang School Batam. Juga kepada Mbak Riawani Elytablogger dan novelis cantik dari Tanjungpinang yang sudah bersedia menjadi pembicara dalam talk show dengan tema Book Your Blog, yang menjadi ‘pembungkus’ acara launching buku kami pada tanggal 23 Desember 2012 yang lalu.
4
5
Sebuah perjalanan panjang yang benar-benar penuh proses pembelajaran. Sekali lagi aku katakan, ini semua tidak mudah. Terima kasih tak terhingga untuk partner duetku yang luar biasa, Lalu Abdul Fatah… Kelak kau akan jadi penulis hebat, brother… 🙂
Juga kepada semua kontributor hebat yang ada dalam buku ini. Kalian semua luar biasa… Terima kasih tak terhingga untuk semua diskusi, obrolan, dan debat kita selama ini…Mengutip dari apa yang ditulis oleh partnerku yang luar biasa itu, Kami merayakan kelahiran Love Journey dengan mengadakan launching di dua kota itu karena kami ingin memperlakukan Love Journey secara istimewa. Boleh saja keuntungan materi belum kami cecap, namun kepuasan batin tak bisa kami bingkai dengan kata.

Dan, kami mengibarkan bendera asa pada buku ini. Biarlah ia melaju jauh menemui para pembaca di belahan dunia mana pun. Harapan kami cuma satu: pembaca terjalari energi cinta sekelar membaca buah karya kami ini.
Love Journey: Ada Cinta di Tiap Perjalanan. Ya, cinta itu pun kami rasakan dalam perjalanan mengantarkan buku ini ke khalayak pembaca.Dan terakhir, semoga tak berlebihan kalau aku mengatakan bahwa Love Journey, lebih dari sekedar cerita tentang cinta dan perjalanan…

Sumber asli tulisan ini bisa ditengok di sini.

9 thoughts on “Proses Lahirnya “Love Journey”

  1. Ping-balik: Life, Travel and Found By Love, It's Journey Of Love

  2. Ping-balik: Life, Travel and Found By Love, It’s Journey Of Love | JURNALIS DAKWAH

Sila Urun Tutur